Sabtu, 21 Desember 2013

Nutrisi Ilmu



Pikiran Terperangkap
Oleh : Budiman, S.Kom

Dari ilmu fisika kita mengetahui ada sejenis bintang yang disebut lubang hitam. Karena gaya tarik gravitasi yang sedemikian besar sehingga cahaya pun terperangkap di dalam medan gravitasinya dan tidak mampu keluar darinya. Sehingga bintang itu tidak terlihat, oleh karenanya  disebut lubang hitam.

Titik-titik tertentu dalam pengalaman dakwah kita bisa berperan seperti lubang hitam yang memerangkap pikiran kita, ketika harus menapaki tahapan-tahapan baru kebersertaan kita bersama dakwah. Lubang hitam ini berbentuk pikiran-pikiran atau representasi kognitif yang memerangkap munculnya pikiran, inisiatif maupun perilaku yang lebih orietatif terhadap perubahan maupun tahapan baru kehidupan dakwah kita. Representasi kognitif ini tampak dalam bentuk-bentuk  sebagai berikut :
1.   Rasa sangat nyaman bersama dengan orang-orang yang satu group, satu fikrah, satu lingkaran atau satu partai saja. Tidak nyaman melakukan kegiatan atau berdialog bersama dengan orang yang beda faham, beda fikrah atau orang yang berlainan partai. Lebih banyak melihat orang lain sebagai ancaman.
2.     Merasakan tanggung jawab besar terhadap umat sampai merasa bahwa hanya kita saja (kita dan kelompok kita) sudah cukup untuk membangkitkan umat ini.
3.     Sinisme terhadap umat. Karena banyak masalah umat yang begitu-gitu juga, atau karena masalah yang dalam dirinya mudah diselesaikan tetapi orang banyak kok sulit sekali berubah, atau karena pilihan umat berbeda dengan keinginan kita; atau karena kita sudah bekerja banyak buat tapi ternyata umat tidak menyambut.

Mungkin ada banyak lagi bentuk representasi yang bisa kita daftar.

Representasi kognitif semacam di atas bisa memerangkap pikiran atau inisiatif kita sehingga apa yang kita kerjakan hanya berputar-putar saja di lingkaran kita sendiri. Cahaya yang seharusnya muncul keluar, justru terperangkap dalam lingkaran kita sendiri.

Seturut perubahan tahapan dakwah yang dilalui, representasi kognitif kita (yang barangkali tidak kita sadari) perlu kita perbaiki (rubah). Karena ini merupakan problem pikiran, maka langkah dasar perbaikannya adalah memperbaiki pikiran kita melalui ketepatan referensi (marja') yang membentuknya. Kalau selama ini pikiran-pikiran dakwah kita (yang merupakan sumber perilaku kita) dibentuk melalui opini semata-mata, perlulah saat ini untuk menautkan pikiran kita secara tepat dengan sumber referensinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar